[153]

IMG-20200213-WA0006

Sontak, saya membayangkan sekolah yang didirikan PNEU, yang mempraktikan konsep pendidikan Charlotte Mason, itu sedemikian menarik. Pelajaran Sastra bersisian dengan pelajaran Sejarah. Anak diajak mendalami karya novel tebal, sebagai bacaan bersambung dari cawu ke cawu. Sehingga, terang Charlotte, “tak satu pun sosok di kisah itu yang terluput dari ingatan mereka.” Continue reading “[153]”

Ungkapan Pengabdian

Exif_JPEG_420

SAYA termasuk orang yang cenderung melihat Budi Maryono, berikut layaknya wujud takzim saya sebut Mas Budi, sebagai sosok kocak. Ia tak bisa menyembunyikan sesuatu yang tak mengundang tawa orang lain. Kehadirannya adalah penggeli. Pun karya-karya tulisnya, kuyub bernuansa jenaka. Sebut saja, dari judulnya saja gamblang mengetengahkan selera humor si penulis: Bapak Nakaaal…!, Punya Istri Memang Berat, dan sebagainya. Continue reading “Ungkapan Pengabdian”

Ketika Rakai Minta Sunat

Exif_JPEG_420

Cerita Kafha

Rahma merentang kedua tangannya, seolah memasrahkan tubuhnya pada semilir pagi Pantai Petanahan. Jilbabnya menari-nari selaras dengan irama alam yang sedemikian syahdu. Damai. Dan aku tak bosan mengawasinya.

Kemudian, ia berjalan menghampiriku. Tapi perhatian matanya tetap tertuju pada debur ombak. Seakan tak rela kehilangan gulungan ombak itu. Ia terus saja menyapukan mata ke arah selatan, arah samudera. Aku tak habis mengerti, apa yang ada dalam benaknya, kenapa begitu khusyuk memandang gelombang laut. Continue reading “Ketika Rakai Minta Sunat”

Membiakkan Toleransi, Menyangkal Radikalisme

IMG-20191220-WA0008

NAMANYA Rahadi, presidium INSIST. Saya nyaman memanggilnya Mas Rahadi. Nah, siang itu, di Solo, tepatnya hari Jumat, 20 Desember 2019 di Hotel Loji, saya berkesempatan mengangsu “kawruh” dari dia. Berkumpul 24 orang, dan beberapa panitia penyelenggara, Yayasan KAKAK, kami membedah istilah “intoleransi” dan “radikalisme” dalam bimbingannya. Continue reading “Membiakkan Toleransi, Menyangkal Radikalisme”

Merupakan Surga

P1080047

SUNGGUH. Memandangnya saja, tidak bisa tidak, saya sontak bersyukur. Cantik? Ya, standarlah. Atau malah bisa dikatakan “tidak”. Namun, saya tetap wajib mempertahankan rasa syukur itu. Ia sedemikian berani memilih saya, sebagai laki-laki, saat itu pemuda, yang tak bermasa depan. Saya dari kasta bawah. Belum berpenghasilan, tapi ia mau bersanding dengan saya, yang memang di bawah standar keumuman, adalah keberanian (persisnya nekat). Continue reading “Merupakan Surga”

[151]

IMG-20191017-WA0008

KAMI, para bapak, duduk santai sembari bercengkerama. Meski kemarau panjang, dan panas sedang menuju titik teriknya, pohon-pohon di Semirang tetaplah nyaman  buat berteduh.  Kami, persisnya saya, lebih memilih duduk-duduk di pinggir, tidak ikut cebar-cebur dalam debit air sungai yang teramat sangat sedikit itu. Anak-anak, itu pun yang balita, dan para mak asyik menghikmahi sungai. Sementara yang besar, bermain pasir, yang mengonggok di pinggir sungai di bawah pinus. Continue reading “[151]”

[150]

IMG-20191003-WA0013

JALAN SETAPAK. Sedikit berkelok, tapi dengan rintangan tanjakan yang sangat berarti. Ya, lumayan melelahkan. Saya acap kali ajak Alex, bocah  usia 3 atau 4 tahun, berhenti. Saya menarik napas dalam-dalam seraya menajamkan perhatian ke rombongan para mak yang tak kunjung kelihatan di bawah sana, di belakang sana. “Pelan sekali mereka!”batin saya protes. Continue reading “[150]”